Larut dalam Rasa Syukur, Sebuah Kisah Menyentuh di Tzu Chi Hospital
Nomor ekstensi di meja Suster Wenny Yunita pagi itu berdering. Seorang customer service mengabarkan ada pasien yang tengah mengajukan keringanan biaya berobat. Di Tzu Chi Hospital, Suster Wenny memang membantu mewawancarai pasien yang mengajukan keringanan biaya. Suster Wenny langsung bergegas ke ruang IGD di mana pasien tersebut berada.
Pasien ini atas nama Pitri (18) yang ditemani suaminya, Kurniawan (23). Mereka datang ke IGD sekitar pukul 7 pagi. Pitri datang dengan kondisi pembukaan lengkap, siap untuk melahirkan. Para perawat dan dokter di IGD pun bergegas membantu persalinan Pitri, bahkan ia tak sempat dibawa ke ruang maternity.
Pasangan muda ini sejatinya tinggal di Serang, Banten. Dilihat di peta, jarak Serang ke Pantai Indah Kapuk (PIK), sekitar 73 kilometer jauhnya. Kurniawan bekerja sebagai sopir truk pengangkut pasir dari Serang ke PIK 2. Tak setiap hari Kurniawan pulang. Hari itu entah kenapa Pitri ingin ikut, apalagi melihat suaminya tak didampingi seorang kernet.
Truk pasir ini sebenarnya tak melewati Tzu Chi Hospital, melainkan lewat sisi belakang yakni wilayah Dadap, dekat PIK 2 yang jalannya rusak parah. Akibat goncangan dari kondisi jalan itu, perut Pitri pun sakit dan terasa kencang seperti siap melahirkan. Kurniawan panik dan bertanya ke petugas security PIK 2.
“Ini istri saya kesakitan dibawa ke mana?” tanyanya.
“Ke Buddha Tzu Chi saja, rumah sakit terdekat,” sahut petugas security PIK 2.
“Yang klinik saja,” kata Kurniawan.
“Tidak ada lagi, cuma itu yang terdekat,” jawab petugas security.
Kurniawan Pun ditemani petugas security PIK 2 membawa Pitri ke Tzu Chi Hospital.
“Istrinya mau melahirkan, sudah pembukaan,” jelas dokter di UGD sesaat setelah memeriksa kondisi Pitri.
Belum selesai dokter bicara, dari dalam, dokter yang lainnya memberitahu, “Dok, sudah melahirkan, anaknya sudah keluar.”
Kurniawan terkaget-kaget. Sepengetahuannya, Pitri baru akan melahirkan di bulan Maret 2023 mendatang, yang rupanya ini salah hitung. Ketika urusan persalinan selesai, keluarlah tagihan biaya senilai 3.600.000 rupiah.
“Bapak punya pegangan berapa?” tanya Suster Wenny dengan lembut kepada Kurniawan.
Sebenarnya Kurniawan memiliki tabungan 4 juta rupiah, tapi karena ada satu masalah di rumahnya, uang itu terpakai. Pikirnya, sang istri kan akan melahirkan di bulan Maret, jadi ia masih ada waktu untuk menabung. Karena itu tabungan yang tersisa di rekeningnya tinggal 1.200.000 rupiah.
“Trus itu yang mau dikasihkan ke rumah sakit?” tanya Suster Wenny lagi.
“Ya mau bagaimana lagi. Tapi boleh enggak 200 ribunya saya pakai?” jawabnya lirih.
“Loh untuk apa?” kata Suster Wenny.
“Untuk beli baju anak saya,” jawab Kurniawan.
Di Cilegon, sebenarnya Kurniawan dan Pitri sudah menyiapkan baju bayi dan segala perlengkapannya. Pitri yang hari itu ikut suaminya tak membawa apa-apa, apalagi baju bayi yang ia pikir masih akan melahirkan dua bulan lagi.
“Anak saya belum ada baju,” sambung Kurniawan. Si bayi sudah mengenakan baju, tapi itu baju rumah sakit dan hanya untuk dipinjamkan.
“Oh..” sahut Suster Wenny.
“Iya, nanti kan kalau pulang saya harus pakaikan bajunya sendiri. Boleh enggak 200 ribunya saya ambil untuk beli baju?” tutur Kurniawan.
“Sejuta nih yang dikasihkan?” tanya Suster Wenny yang sebenarnya hanya bercanda.
“Iya Bu..” jawab Kurniawan dengan suara bergetar.
“Lalu istrinya mau dibawa pulang ke mana?”
“Ke Bekasi,” jawab Kurniawan. Mereka akan tinggal sementara di rumah orang tua Kurniawan.
“Jauh loh Bekasi, mau naik apa? Tidak mungkin naik angkot kan?”
“Naik Grab.”
“Berapa? Sudah tahu belum?”
“Sudah, 400 ribu..” kata Kurniawan.
“Dari mana uangnya? Kan sejuta mau dibayarkan?”
“Boleh enggak Bu saya kurangin lagi..,” kata Kurniawan.
Dalam hati Suster Wenny sendiri sebenarnya sudah diliputi haru dan iba. Di balik kacamatanya, Suster Wenny pun sudah berkaca-kaca. Dengan kondisi ini, seratus persen, Suster Wenny sangat yakin pihak manajemen akan menggratiskan biaya persalinan Pitri. Suster Wenny pun melanjutkan proses wawancara ini.
“Jadi yang mau dikasihkan rumah sakit 600 ribu? Gini saja pak, truk bapak sekarang di mana?”
“Masih di pinggir jalan karena kan mengantar istri tadi pagi,” jawabnya.
“Ya sudah bapak urus dulu truk bapak. Serahkan dulu truknya ke proyek karena setelah ini bapak harus fokus ke ibu,” saran Suster Wenny pada Kurniawan.
“Iya, saya juga mau ke pasar dulu.”
“Enggak usah Pak.. untuk urusan baju bayi, saya nanti bantu,” kata Suster Wenny.
Kurniawan sampai tak bisa berkata-kata lagi, air matanya berlinangan karena terharu.
“Terima kasih banyak Bu..” ujarnya.
“Iya..” jawab Suster Wenny pelan.
“Kalau begitu 200 ribunya kan tidak saya pakai, jadi bisa dibayarkan ke rumah sakit 800 ribu,” kata Kurniawan senang.
“Itu nanti saja kita bicarakan. Pokoknya bapak urus dulu pekerjaan. Karena kan tidak ada keluarga yang lain,” kata Suster Wenny lagi.
Berkah untuk Keluarga Kecil Kurniawan, Berkah Juga untuk Para Karyawan Tzu Chi Hospital
Suster Wenny langsung terbersit untuk menggalang dana di lingkungan karyawan Tzu Chi Hospital meski sebelumnya ada seorang relawan Tzu Chi yang siap untuk mengganti biaya belanja baju bayi. “Sudah Suster Wenny belanja saja, nanti berapa saya yang bayar,” kata seorang relawan.
Namun bagi Suster Wenny ini merupakan sebuah kesempatan bagi para karyawan Tzu Chi Hospital untuk bersumbangsih, untuk menanam berkah.
“Enggak apa-apa Shijie, saya keliling saja untuk galang dana,” jawab Suster Wenny.
Suster Wenny pun menuju lantai 8 yang merupakan office para karyawan. Sebelum menggalang dana Suster Wenny menceritakan dulu untuk apa penggalangan ini. Mendengar kisah ini, para karyawan Tzu Chi Hospital pun sangat terharu dan dengan sukarela menyumbang, dari jajaran manajemen hingga ke Dr. Gunawan Susanto, Sp.BS, Direktur Utama Tzu Chi Hospital Indonesia. Namanya juga berbagi berkah, siapa saja boleh kan? Beberapa dokter dari TIMA (Tzu Chi International Medical Association) yang mendengar kisah ini dari Suster Wenny juga ikut menyumbang melalui transfer bank.
Ketika nominal yang diperlukan sudah cukup, yakni lebih dari tiga juta rupiah, Suster Wenny ditemani Dokter Laksmi yang merupakan relawan pemerhati di Tzu Chi Hospital kemudian menuju Fresh Market untuk membeli baju bayi, diapers, susu, dan perlengkapan yang dibutuhkan si ibu baru. Saat membeli beberapa potong baju bayi itu, pemilik toko merasa penasaran. “Ini untuk siapa?”
Suster Wenny pun menceritakan sekelumit kisah tentang bayi ini tanpa bermaksud apa-apa. Namun sang pemilik toko justru tergerak untuk ikut berpartispasi membantu orang tua bayi ini.
“Boleh enggak saya sumbang juga. Ibu kan beli bajunya lengan pendek. Nanti bayinya kedinginan.” Sang pemilik toko segera mengambil enam potong baju lengan panjang.
“Pakai ini saja biar hangat bayinya,” katanya.
“Ini enggak usah bayar?” tanya Suster Wenny sedikit kaget.
“Enggak usah, ini dari saya, saya dengar ceritanya jadi terharu. Mau ikut berbagi juga,” kata pemilik toko dengan wajah semringah.
Masih dengan Suasana yang Penuh Haru
Sekembalinya dari belanja perlengkapan bayi, Suster Wenny pun mendapat jawaban dari pihak manajeman yang menindaklanjuti hasil wawancaranya dengan Kurniawan. Betapa bahagianya Suster Wenny, pihak manajemen menggratiskan biaya persalinan Pitri.
Suster Wenny kembali memanggil Kurniawan yang juga sudah membereskan urusan truk-nya. Kini Kurniawan dapat fokus menemani sang istri. Kurniawan datang masih dengan pikiran bagaimana cara melunasi biaya sang istri.
“Kalau istri saya tinggal di sini sampai uangnya dapat kan biayanya mungkin bisa tambah banyak lagi,” kata Kurniawan pelan.
“Kalau piutang mau tidak?” tanya Suster Wenny dengan memasang raut wajah serius. Memang bukan Suster Wenny namanya kalau tidak ada sesi bercandanya.
“Oh saya utang ya?” selidik Kurniawan.
“Ya, yang penting kan pulang dulu bayinya.”
“Ya sudah kalau memang jalan itu satu-satunya,” jawab Kurniawan.
Menyaksikan air muka Kurniawan yang pucat pasi, Suster Wenny pun menyampaikan kabar baik dari pihak manajemen. “Pak, ini kan Jumat berkah ya, berkah untuk bapak, berkah untuk bayi, bapak orang baik, pasti ketemu orang-orang baik. Manajemen rumah sakit menetapkan biayanya Free,” kata Suster Wenny.
“Free,” Kurniawan mengulang kata itu sambil berpikir keras.
“Jadi biaya yang segini, dari rumah sakit bapak dibebaskan. Tidak perlu membayar,” jelas Suster Wenny.
Tangis Kurniawan pecah. Ia larut dalam besarnya rasa syukur yang rongga dadanya tak mampu lagi menahannya. Setelah lebih tenang, Suster Wenny dan para relawan pemerhati di sana mengeluarkan hasil belanja tadi.
“Ini dari teman-teman semua, dari karyawan di sini. Katanya bapak tadi kan anaknya belum punya baju,” ujar Suster Wenny.
Sumbangsih juga datang dari TIMA (Tzu Chi International Medical Association). Kebetulan sekali, dokter yang menangani Pitri memberikan resep yang mana semua obat dan vitamin itu di stok obat milik TIMA pun ada semuanya.
Sore jelang pukul lima, pesanan mobil yang mengantar Pitri, Kurniawan dan sang bayi untuk pulang ke Bekasi pun tiba di depan lobi Tzu Chi Hospital.
“Sampai dibantu seperti ini bahkan tidak ada biaya sepeser pun, bisa dikatakan gratis, saya berterima kasih banyak kepada pihak rumah sakit,” ujar Kurniawan.
“Alhamdulillah senang banget (sudah melahirkan), yang ditunggu-tunggu. Dokter dan perawat sangat ramah dan baik. Tadi soal biaya mikir-mikir mau cari kemana, tapi Alhamdulillah dikasih gratis. Tidak menyangka (semudah itu prosesnya). Terima kasih banyak buat semuanya sudah membantu, sampai susah mengungkapkan kata-kata,” sambung Pitri.
Sungguh di hari Jumat yang penuh berkah itu Suster Wenny bertemu begitu banyak orang-orang baik yang menjadi salah satu pembuka pintu rezeki bagi keluarga kecil Kurniawan. Dari hasil galang dana itu masih tersisa lebih dari dua juta rupiah yang Suster Wenny serahkan kepada Kurniawan, sebagai uang pegangan agar lebih tenang ketika meninggalkan istri untuk bekerja. Sementara uang pegangan Kurniawan senilai Rp 1.200.000 juga tidak berkurang.
“Hari ini benar-benar berkah. Saya sangat berterima kasih kepada semuanya,” pungkas Suster Wenny dengan senyum lebarnya.
Jurnalis : Khusnul Khotimah
Fotografer : Marcell (Tzu Chi Hospital)
Editor: Metta Wulandari