Pencegahan & Deteksi Dini Penyakit
11 Penyakit Saraf Paling Mengintai di Indonesia, Waspada!

Ditulis Oleh
Admin TzuChi • 23 September 2025

Penyakit saraf merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup sering ditemui di masyarakat.
Padahal, sistem saraf memiliki peran penting dalam mengatur hampir seluruh fungsi tubuh, mulai dari gerakan, perasaan, hingga kemampuan berpikir.
Jadi, saat saraf mengalami gangguan, berbagai gejala dapat muncul, mulai dari kesemutan, kelemahan otot, hingga gangguan ingatan.
Apakah penyakit saraf bisa disembuhkan? Jawabannya sangat bergantung pada jenis penyakit saraf, tingkat keparahan, serta penanganan medis yang diberikan sejak dini.
Oleh karena itu, mari sama-sama simak penjelasan tentang penyakit saraf di bawah ini!
Beberapa Penyakit Saraf yang Umum Terjadi
Beberapa Penyakit Saraf yang Sering Terjadi
Penyakit saraf merupakan masalah kesehatan global utama dengan dampak yang sangat luas, terlihat dari data tahun 2021 yang menunjukkan bahwa sekitar 3,4 miliar orang atau 43,1% populasi dunia mengalami kondisi neurologis, yang menyebabkan 11,1 juta kematian.
Apa saja penyakit gangguan saraf? Jawabannya cukup beragam, mulai dari yang menyerang otak seperti stroke dan Alzheimer, hingga yang mengenai saraf tepi seperti neuropatik.
Oleh karena itu, berikut adalah beberapa contoh penyakit saraf yang cukup sering ditemui. Mengenalinya sejak dini dapat membantu pasien segera mendapatkan pertolongan yang tepat.
1. Stroke
Stroke terjadi ketika aliran darah ke otak terganggu, baik akibat sumbatan (iskemik) maupun pecahnya pembuluh darah (hemoragik), dan menjadi salah satu penyakit saraf terbanyak di Indonesia.
Kondisi ini menyebabkan sel-sel otak kekurangan oksigen dan nutrisi, sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringan permanen jika tidak segera ditangani.
Stroke merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan kematian di dunia, sehingga deteksi dini dan penanganan cepat sangat krusial.
Penyebab stroke iskemik lebih umum, biasanya disebabkan oleh trombus atau embolus yang menyumbat arteri otak.
Sementara itu, stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak, sering dikaitkan dengan hipertensi kronis atau aneurisma.
-
Gejala: kelemahan mendadak pada satu sisi tubuh, sulit berbicara, gangguan penglihatan, hingga kehilangan kesadaran.
-
Penanganan: pemberian obat pengencer darah, trombolisis, tindakan bedah, serta rehabilitasi jangka panjang.
2. Epilepsi
Penyakit ini paling sering dikenali melalui gejala kejang, yang kadang disertai mulut berbusa, akibat adanya aktivitas listrik otak yang tidak normal.
Kejang pada epilepsi terjadi karena sekelompok sel saraf di otak bekerja secara bersamaan dan lebih cepat daripada biasanya.
Lonjakan aktivitas ini bisa memicu berbagai respons, mulai dari gerakan tubuh yang tidak terkendali, perubahan emosi, sensasi yang tidak biasa, hingga perilaku yang muncul tanpa disadari.
Pada sebagian pasien, kejang dapat disertai hilangnya kesadaran, sementara pada kasus lain pasien tetap sadar saat gejala muncul. Kabar baiknya, epilepsi dapat dikendalikan.
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami epilepsi meliputi:
-
faktor genetik,
-
perkembangan otak yang tidak normal,
-
infeksi,
-
cedera kepala traumatis,
-
stroke,
-
tumor otak,
-
gangguan metabolik, dan
-
gangguan sistem imun.
Dalam situasi darurat saat seseorang mengalami kejang epilepsi, langkah-langkah pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah:
-
menjaga pasien agar tetap dalam kondisi aman,
-
memastikan area sekitar bebas dari benda berbahaya,
-
menjauhkan pasien dari benda tajam atau keras
Baca Juga: Tumor Otak: Penyebab, Faktor, Gejala, & Cara Mencegahnya
3. Polineuropati
Polineuropati adalah kondisi ketika banyak saraf perifer (saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang) mengalami kerusakan secara bersamaan.
Kerusakan ini mengganggu fungsi saraf yang seharusnya mengirimkan sinyal antara otak, sumsum tulang belakang, dan seluruh tubuh.
Gejalanya bisa berbeda pada tiap orang, tergantung saraf mana yang paling terdampak (sensorik, motorik, atau otonom). Beberapa tanda yang umum meliputi:
-
Kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki yang bisa menyebar ke atas.
-
Rasa terbakar, nyeri menusuk, atau sensasi seperti tersengat listrik.
-
Kelemahan otot yang menyebabkan kesulitan berjalan atau mengangkat benda.
-
Gangguan koordinasi dan keseimbangan, mudah jatuh.
-
Jika mengenai saraf otonom: bisa muncul tekanan darah tidak stabil, gangguan pencernaan, keringat berlebihan atau justru berkurang, serta gangguan fungsi kandung kemih.
Tujuan utama penanganan adalah mengatasi penyebab dan meredakan gejala, misalnya dengan mengontrol gula darah pada penderita diabetes, menghentikan konsumsi alkohol, atau menghentikan obat/terapi yang memicu kerusakan saraf.
Selain itu, pasien biasanya juga mendapat terapi tambahan berupa:
-
Obat antikejang (gabapentin, pregabalin) atau antidepresan (amitriptilin, duloxetine) untuk nyeri saraf.
-
Krim atau patch lidokain untuk nyeri lokal.
-
Terapi fisik: latihan peregangan, fisioterapi, dan penggunaan alat bantu berjalan untuk mengurangi risiko jatuh.
-
Perawatan tambahan: misalnya terapi okupasi untuk mempermudah aktivitas sehari-hari.
Selain pengobatan medis, pasien bisa melakukan beberapa langkah untuk memperbaiki kualitas hidup:
-
Menjaga pola makan seimbang dengan vitamin B kompleks yang cukup seusai kebutuhan
-
Menghindari alkohol dan rokok.
-
Menggunakan alas kaki yang nyaman untuk melindungi kaki dari cedera (karena mati rasa sering membuat luka tidak terasa).
-
Rutin memeriksa kondisi kaki dan tangan agar luka kecil tidak berkembang menjadi infeksi.
-
Mengatur pola hidup sehat seperti olahraga ringan teratur (jalan kaki, yoga) untuk menjaga fungsi saraf dan otot.
4. Alzheimer
Alzheimer adalah jenis demensia yang paling banyak dijumpai, ditandai dengan penurunan daya ingat, kemampuan berpikir, hingga perubahan perilaku.
Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Alois Alzheimer pada tahun 1907. Prevalensi meningkat seiring bertambahnya usia: sekitar 5% terjadi pada kelompok usia di atas 60 tahun, dan hampir 50% pasien berada pada usia di atas 85 tahun.
Pada tingkat seluler, Alzheimer disebabkan oleh akumulasi plak beta-amyloid dan protein tau di otak, yang merusak komunikasi antarsel saraf.
-
Gejala awal: lupa kejadian baru, sulit menemukan kata, dan disorientasi waktu.
-
Gejala tahap lanjut: afasia (gangguan bahasa), apraksia (kesulitan melakukan gerakan sederhana), agnosia (tidak mengenali benda/objek), hingga gangguan fungsi eksekutif (pengambilan keputusan).
-
Faktor risiko: genetik (mutasi PSEN1, PSEN2, APP, APOE e4), riwayat hipertensi, diabetes, stroke, dan merokok.
-
Diagnosis: uji kognitif, MRI otak, dan biomarker cairan serebrospinal.
-
Terapi: obat seperti donepezil dan memantine untuk memperlambat progresi, serta terapi kognitif dan dukungan keluarga.
5. Multiple Sclerosis (MS)
Multiple Sclerosis adalah penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf pusat, di mana sistem imun tubuh merusak mielin (selubung pelindung serabut saraf).
Hal ini mengganggu transmisi impuls listrik antara otak dan tubuh, sehingga menyebabkan gejala neurologis yang beragam. MS biasanya muncul pada usia 20–40 tahun dan lebih banyak menyerang wanita.
Berikut ciri, penyebab, dan penanganan jenis penyakit saraf yang satu ini:
-
Gejala: kesemutan (63,5%), kelemahan ekstremitas (25,3%), gangguan penglihatan (40,2%), kesulitan berjalan (48,9%), kram otot (17,2%), depresi (14,7%).
-
Penyebab: interaksi faktor genetik (HLA-DRB1) dan lingkungan (infeksi virus Epstein-Barr, defisiensi vitamin D).
-
Diagnosis: MRI otak & spinal cord, pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi), tes evoked potential.
-
Penanganan: kortikosteroid untuk serangan akut, imunomodulator (interferon beta, natalizumab) untuk mencegah progresi, fisioterapi untuk rehabilitasi.
-
Prognosis: penyakit kronis dengan periode remisi dan kekambuhan, yang bisa menyebabkan disabilitas permanen.
6. Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput otak (meningen) yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur.
Gejala klasik yang dikenal sebagai triad meningitis antara lain demam, kaku kuduk, dan penurunan kesadaran.
Di Indonesia, meningitis tuberkulosis merupakan salah satu bentuk yang paling sering ditemukan, terutama pada pasien dengan imunitas rendah.
Meningitis bakteri, seperti akibat dari bakteri Neisseria meningitidis atau Streptococcus pneumoniae, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani segera.
-
Gejala: sakit kepala berat, demam tinggi, kaku kuduk, fotofobia (sensitif cahaya), muntah, kejang.
-
Penyebab: bakteri (TB, meningokokus, pneumokokus), virus (enterovirus, HSV), jamur (Cryptococcus).
-
Diagnosis: pungsi lumbal (analisis cairan serebrospinal), kultur darah, CT/MRI bila ada peningkatan tekanan intrakranial.
-
Penanganan: antibiotik intravena (ceftriaxone, vancomycin), kortikosteroid (dexamethasone), serta perawatan suportif.
-
Komplikasi: kejang berulang, tuli permanen, hidrosefalus, hingga kematian.
7. Bell’s Palsy
Bell’s Palsy | Foto: Mayo Clinic
Bell’s Palsy adalah kelumpuhan wajah mendadak akibat peradangan saraf kranial VII (nervus fasialis). Kondisi ini biasanya bersifat sementara dan pulih dalam beberapa minggu hingga bulan.
Penyebab pastinya belum diketahui, namun sering dikaitkan dengan infeksi virus seperti Herpes simplex.
Bell’s Palsy berbeda dengan stroke karena hanya memengaruhi otot wajah, bukan seluruh sisi tubuh.
-
Gejala: kelemahan otot wajah tiba-tiba, sulit tersenyum atau menutup mata, air liur menetes, mata kering.
-
Penyebab: inflamasi saraf fasialis, kemungkinan dipicu oleh infeksi virus.
-
Diagnosis: pemeriksaan klinis, tes elektromiografi (EMG), dan MRI untuk menyingkirkan penyebab lain.
-
Penanganan: kortikosteroid (prednison), antiviral bila dicurigai infeksi, fisioterapi otot wajah.
-
Prognosis: 70–80% pasien pulih sempurna dalam 3–6 bulan.
8. Parkinson
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegeneratif yang terjadi akibat berkurangnya produksi dopamin di otak, khususnya pada area substantia nigra.
Dopamin berperan penting dalam mengatur gerakan tubuh, sehingga kekurangan zat ini menyebabkan tremor, kekakuan otot, serta perlambatan gerakan.
Kondisi ini biasanya berkembang secara bertahap dan umumnya menyerang individu usia lanjut, meski kasus pada usia muda juga bisa terjadi.
Penyakit ini termasuk kronis dan progresif, sehingga gejalanya cenderung memburuk seiring waktu.
-
Gejala: tremor saat istirahat, kekakuan otot, bradikinesia (gerakan lambat), dan gangguan keseimbangan.
-
Gejala non-motorik: gangguan tidur, depresi, konstipasi, hingga perubahan fungsi kognitif.
-
Faktor risiko: usia lanjut, riwayat keluarga, serta paparan toksin lingkungan tertentu.
-
Penanganan: terapi obat (levodopa, agonis dopamin), fisioterapi, dan pada kasus tertentu dilakukan deep brain stimulation (DBS).
9. Cedera Sumsum Tulang Belakang Akut
Cedera sumsum tulang belakang akut adalah kondisi serius yang terjadi ketika jaringan saraf di tulang belakang mengalami kerusakan, baik sebagian maupun seluruhnya.
Cedera dapat disebabkan oleh benturan traumatis, seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh, atau cedera olahraga, maupun penyebab non-traumatis seperti infeksi, tumor, osteoporosis, atau peradangan.
Dampaknya bisa berupa kelumpuhan, hilangnya fungsi sensorik, hingga kematian.
-
Gejala awal: nyeri hebat di punggung, hilangnya sensasi, kelemahan atau kelumpuhan, serta gangguan pernapasan bila cedera terjadi di area leher.
-
Diagnosis: pemeriksaan fisik neurologis, rontgen tulang belakang, CT scan, atau MRI.
-
Penanganan darurat: stabilisasi tulang belakang, obat-obatan untuk mengurangi peradangan, serta operasi bila terdapat kerusakan struktural.
Rehabilitasi jangka panjang penting bagi pasien cedera sumsum tulang belakang akut untuk memaksimalkan fungsi yang masih tersisa dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
10. Neuropati Diabetes
Neuropati diabetes adalah komplikasi serius dari penyakit diabetes yang terjadi ketika kadar gula darah tinggi dalam jangka panjang merusak saraf, terutama di tungkai dan kaki.
Kondisi ini membuat penderita mengalami kesemutan, rasa kebas, atau nyeri seperti terbakar. Karena saraf rusak, luka kecil di kaki bisa tidak terasa dan berisiko infeksi berat hingga amputasi.
Kondisi ini sering disebut "gloves and stocking hypesthesia" karena gejala terasa seperti memakai sarung tangan dan kaus kaki.
Penderita disarankan selalu memakai alas kaki untuk mencegah luka akibat benda tajam.
-
Gejala: rasa baal, kesemutan, nyeri menusuk atau terbakar pada tungkai dan lengan.
-
Komplikasi yang berbahaya: luka kronis di kaki, infeksi, hingga amputasi.
-
Terapi: kontrol ketat kadar gula darah, penggunaan obat pereda nyeri saraf, fisioterapi, serta perawatan kaki yang cermat.
11. Neuritis
Neuritis adalah peradangan saraf yang sering menyerang saraf optik, sehingga memengaruhi fungsi penglihatan. Penyebabnya bisa berupa penyakit autoimun, infeksi, atau cedera.
Kondisi ini dapat muncul secara tiba-tiba dan menyebabkan gangguan penglihatan sementara hingga permanen bila tidak ditangani dengan baik.
Neuritis yang berulang atau parah dapat menjadi tanda penyakit lain, seperti multiple sclerosis.
-
Gejala umum: nyeri pada mata, penglihatan kabur, penurunan kemampuan membedakan warna, serta munculnya kilatan cahaya.
-
Diagnosis: pemeriksaan oftalmologi, tes penglihatan warna, serta MRI otak untuk mengevaluasi kerusakan saraf optik.
-
Pengobatan: Sebagian besar kasus dapat membaik sendiri, tetapi pada kasus berat dokter dapat memberikan obat steroid untuk mengurangi peradangan.
Baca juga: 20 Ciri-Ciri Penyakit Jantung, Sadari Sebelum Terlambat!
Kapan Harus ke Dokter?
Segera periksakan diri bila Anda mengalami gejala seperti kelemahan mendadak, kesulitan bicara, kejang berulang, atau kesemutan yang tidak kunjung hilang.
Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala yang mengarah pada gangguan saraf, jangan ragu untuk segera mencari bantuan medis.
Di Tzu Chi Hospital, layanan Pengobatan Stroke dan Bedah Saraf menyediakan penanganan menyeluruh untuk berbagai penyakit saraf, mulai dari stroke, tumor otak, epilepsi, Parkinson’s, hingga saraf kejepit di tulang belakang.
Dengan dukungan teknologi canggih seperti MRI 3 Tesla dan Hybrid Operating Theater pertama di Indonesia, serta tim dokter spesialis bedah saraf berpengalaman, pasien akan mendapatkan diagnosis akurat dan pilihan terapi yang tepat, baik melalui operasi mikro, operasi minimal invasif, hingga terapi radiasi modern.
Untuk mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang sesuai dengan waktu luang, Anda dapat memeriksa jadwal praktik dokter spesialis kami di menu Cari Dokter.
Jika kondisi darurat terjadi, layanan IGD 24 Jam Tzu Chi Hospital selalu siap membantu. Anda juga dapat menghubungi Call Center Tzu Chi Hospital untuk membuat janji temu dengan dokter.
Artikel ini telah ditinjau secara medis oleh dr. Rainhard Octovianto, Sp.N
Referensi:
American Brain Foundation. The Global Prevalence of Brain Disease.
PubMed Central. A Systematic Literature Review on The Prevalence and Etiology of Meningitis Among Critically Ill and Hospitalized Patients in India.
Related Article
Artikel Populer

Omeprazole: Manfaat, Dosis, Cara Minum, & Efek Samping

Kanker Serviks: Gejala, Ciri-ciri, Diagnosis, dan Pengobatannya

Menu Diet Sehat 7 Hari untuk Turunkan BB tanpa Menyiksa Diri

10 Rumah Sakit Terbaik di Jakarta, Fasilitas & Layanan Unggulan
